PERBENTURAN DIANTARA DUA BUDAYA DAN PERADABAN DUNIA
Oleh:
Lathifatul Izzah
Judul buku : Sang Manusia
Sempurna, Antara Filsafat Islam Dan Hindu
Penulis : Seyyed Mohsen Miri
Penerjemah : Zubair
Penerbit : Teraju Mizan,
Bandung
Cetakan : Pertama/2004
Tebal Buku : xvi + 236 halaman
Di
balik kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dicapai, moderenisme dapat
mereduksi nilai-nilai luhur kemanusiaan. Ilmu pengetahuan sebagai komponen
dominan peradaban modern telah mereduksi manusia ke tingkat hewani atau bahkan
benda-benda mati belaka. Manusia dalam banyak tradisi keagamaan dipandang
sebagai “citra” ilahi. Dalam penelitian manusia seringkali direduksi ke
tingkat hewani. Sehingga dalam pandangan sains modern, manusia tidak ubahnya
seekor tikus dan seonggok benda mati, laksana “sebutir debu di antara debu-debu
lain yang berserakan di alam semesta.”
Dampak
lain modernisme adalah manusia banyak mengalami kekeringan spiritual dan krisis
multi-dimensi. Kemudian kekeringan dan krisis tersebut memunculkan berbagai
bentuk penyakit jasmani atau rohani. Mereka tidak sedikit melakukan perbuatan
aneh-aneh, misalnya memakai narkoba, korupsi, prostitusi, perselingkuhan bahkan
lari ke jalan-jalan dst. Perbuatan tersebut dianggap dapat menyelesaikan
permasalahan yang dihadapinya dan dapat menemukan kembali jati dirinya yang
hilang. Perilaku aneh tersebut justru melahirkan masalah baru bagi kehidupan
dirinya dan lingkungan masyarakatnya. Hingga akhir-akhir ini bermunculan rei
ki-rei ki atau pusat-pusat penyembuhan alternatif yang instan dan dianggap
dapat menyembuhkan segala bentuk penyakit.
Lewat
karya monumentalnya, The Perfect Man, A Comparative Study in Indian and
Iranian Philosophical Thought, diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia
menjadi Sang Manusia Sempurna Antara
Filsafat Islam dan Hindu Seyyed Mohsen Miri yang lahir di Teheran Iran,
tahun 1960 dan sekarang menjabat sebagai Rektor Islamic College for Advanced
Studies (ICAS) London Cabang Jakarta, berusaha untuk mengajak pembaca
merenungkan sejenak tawaran dari dua budaya dan peradaban besar dunia, yakni Islam
(Iran) dan Hindu (India).
Masing-masing
budaya dan peradaban ini diwakili Jalaluddin Rumi (dari Islam), mistikus yang
lebih dikenal dengan puisi cinta kepada Tuhan dan Mulla Shadra adalah salah
seorang tokoh yang mampu melakukan sintesa atas berbagai aliran filsafat Islam.
Sementara dari Hindu dipresentasikan oleh dua Filosof India, Sri Aurobindo dan
Swami Vivekananda. Mereka adalah filosof-filosof Hindu yang banyak makan
asam-garamnya kehidupan modern di Barat. Kemudian mereka mendalami kehidupan
asketisisme dan mistisisme.
Dari
kemasan ini, Miri juga berusaha menawarkan dan memberi jalan alternatif kepada
seluruh pembaca untuk menyelesaikan persoalan-persoalan dan mengajak umat
manusia agar kembali kepada fitrahnya, bahwa manusia bukan makhluk biologis
semata tetapi makhluk spiritual. Manusia terikat secara akrab bukan hanya
dengan dunia fisik, tetapi juga dengan dunia spiritual yang menyebabkan dirinya
berpotensi bukan hanya untuk mengenal dunia fisik, tetapi dunia non-fisik atau
spiritual. Manusia bukan merupakan seonggok benda mati belaka, tetapi merupakan
intisari kosmos (alam). Manusia adalah “mikrokosmos” yang telah dijadikan
sebagai “sebab fundamental” atau bahkan sebagai tujuan akhir penciptaan alam.
Manusia
sempurna akan mengalami kefanaan bersama Tuhan, mengaktualisasikan sifat-sifat
Tuhan, tanpa harus menghindar dari pergaulan dan persoalan dunia. Kebahagiaan
dan kesempurnaan akan dicapai melalui dunia dan tubuh. Sebagai pendamping dan pelayan
bagi masyarakat adalah kebanggaan dan kebahagiaan bagi dirinya. Ia tidak
terpengaruh dengan perubahan kondisi masyarakatnya dan kekaguman orang lain
terhadapnya. Yang paling menarik bagi dirinya hanyalah melihat esensi dan
kemurahan Tuhan.
Mulyadhi
Kartanegara, salah seorang filosof muslim Indonesia kini dalam pengantar buku
ini mengatakan bahwa manusia sempurna adalah satu-satunya wakil dari Sang
Pencipta yang diberi amanah luhur untuk mengejawantahkan kehendak-kehendak
Tuhan di muka bumi. Ia adalah wakil bukan dari sembarang raja, tetapi wakil
dari Raja di Raja, yakni Tuhan yang Maha Esa.
Masing-masing
pribadi memiliki kemampuan untuk mengembangkan potensi biologis (badaniah) dan
spiritualnya (jiwa) melalui perjalanan spiritual yang panjang, tidak terputus,
dan tidak lekang oleh ruang dan waktu. Dalam Islam perjalanan spiritual ini
dapat ditempuh dengan dua jalan, yaitu jalan spekulatif dan jalan praktis.
Jalan spekulatif (teoritis) adalah jalan yang
mengarah pada intelek, pemahaman, dan pengertian manusia. Sedang Jalan praktis
dapat ditempuh melalui empat tingkatan, pertama penyucian penampilan
dengan memperhatikan hukum Tuhan dan ajaran agama, seperti puasa, zakat,
sholat, peduli pada keluarga, menyantuni anak yatim dan orang miskin,
memberikan pendidikan, membangun rumah sakit dan mendirikan pusat-pusat bantuan
kemanusiaan, kedua penyucian hati dan batin dari hal-hal yang tidak
bermoral, ketiga menghiasi jiwa dengan berbagai bentuk dan keuntungan
yang suci, dan keempat memfanakan (menyatukan) jiwa ke dalam Tuhan
sambil memperhatikan keaguangan Tuhan dan Kerajaan-Nya, yang merupakan akhir
dari petualangan pertama manusia (hal. 84).
Hindu
menyebut jalan spiritual ini dengan sebutan yoga yang terdiri dari empat
bentuk: Yoga Jnana adalah jenis yoga yang menekankan pada pembebasan kebodohan
yang akan membawa manusia pada pengetahuan. Yoga Bhakti adalah bentuk yoga yang
menawarkan jalan pemujaan dan cinta untuk menuju Brahman, pemujaan terhadap
gambar dan berhala yang mengindikasikan Dewa dan Dewi, berdo’a, zikir, dan
senandung nyanyian-nyanyian ketuhanan, kemudian dilanjutkan dengan meditasi, dan
terakhir ketiadaan yang memuja dan yang dipuja yang keduanya saling menyatu,
sering disebut dengan moksa. Yoga Karma adalah jenis yoga yang menekankan pada
sikap dan perbuatan baik. Yoga Raja adalah bentuk yoga yang bersifat fisik dan
psikis yang menekankan pada pengendalian akal dan tubuh. (hal. 207).
Dari jalan
spiritual yang ditawarkan oleh kedua agama tersebut, masing-masing pribadi
manusia bebas memilih jalan yang dikehendaki dalam mengembangkan jiwa
spiritulnya untuk mencapai tingkat kesempurnaannya. Jalan kesempurnaan tidak
hanya diklaim salah satu agama, misalnya Islam atau Hindu saja. Agama-agama
lain juga mempunyai hak dan berwajiban membentuk dan menawarkan konsep insan
kamil (manusia sempurna).
Oleh sebab itu
Miri memandang bahwa persoalan tersebut bukan persoalan pribadi atau golongan,
tetapi persoalan bersama. Dalam buku ini Miri mengingatkan pada para pembaca
agar melakukan dialog dan kerjasama dalam menghadapi persolan-persoalan
kemanusiaan. Tujuan terpenting adalah untuk membangun peradaban baru yang lebih
baik dan dinamis dalam menebarkan perdamaian, keamanan, keadilan dan
kebahagiaan kepada seluruh alam. Keberagamaan atau religiositas
masing-masing umat beragama yang sudah melekat dalam masing-masing ajaran
agamanya dapat dijadikan pintu masuk untuk melakukan gerakan tersebut.
Buku
ini akan semakin terasa nikmat dibaca jika dipersandingkan dengan buku Farid
Esack, On Being a Muslim Finding a Religious Path in the World Today
(1999) yang dilalihbahasakan ke Indonesia On Being a Muslim Fajar Baru
Spiritualitas Islam Liberal-Plural dan buku Sayyed Hussein Nashr, Islamic
Spirituality: Manifestations (World Spirituality - An Encyclopedic
History of the Religious Quest) dan Islamic Spirituality: Foundation (world
spirituality). Esack dan Nashr hanya berusaha mengungkap jalan spiritual
Islam, tetapi tidak berusaha untuk membandingkan dan mempertemukan dengan
agama-agama lain, sebagaimana yang dilakukan Miri.
Buku ini baik dan menarik untuk dibaca semua
kalangan, lebih-lebih para budayawan, ilmuwan dan agamawan yang akhir-akhir ini
ditantang oleh terpaan badai moderinisme.
*Lathifatul
Izzah: salah seorang kader Perempuan Berbudaya
Adiluhung angkatan Pertama yang aktif di PW Fatayat DIY dan masih mengikuti Pendidikan
Ulama Perempuan (PUP) angkatan IV Rahima.
*Catatan: Tulisan ini pernah dimuat di Jurnal jurusan Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin UIN
Sunan Kalijaga (almamater penulis), Religi, Vol. IV, No. 2, Juli 2005.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar